Puja Bakti Online Minggu, 26 April 2020 Vihara Sasana Subhasita
Sharing Dhamma: YM. Bhikkhu Cittanando Mahathera
Tema Dhamma: Kamma & Tumimbal Lahir
Penulis & Editor: Lij Lij
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)
“Yâdisam labhate bîjam tâdisam labhate phalam. Kalyânakârî ca kalyânam pâpakârî ca pâpakam”
“Sesuai dengan benih yang telah ditabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Ia yang berbuat baik akan menerima kebahagiaan, dan ia yang berbuat jahat akan menuai penderitaan.”
(Samyutta Nikâya, 1.293)
Pada kesempatan pagi hari ini dimana sebagian besar dari kita berada di rumah masing-masing, tidak bisa datang ke Vihara untuk melaksanakan Pujabakti; namun dengan bantuan teknologi maka kita semua masih tetap dapat mendengarkan pembabaran Dhamma Sang Buddha secara online.
Kata Kamma atau Karma sudah tidak asing bagi kita semua; bahkan tidak hanya bagi umat Buddha. Kata Karma sudah dipakai secara luas di masyarakat umum. Namun hendaknya kita mempelajari mengenai Kamma / Karma secara lebih mendalam. Karena Kamma yang diajarkan oleh Sang Buddha tidak hanya sekedar kata-kata tetapi sesungguhnya Kamma mempunyai artian yang dalam. Bahkan Kamma ini merupakan salah satu ‘jantung’ ajaran Sang Buddha.
Ajaran Kamma tidak hanya diajarkan oleh Sang Buddha. Di jaman Sang Buddha, ada beberapa guru spiritual yang juga mengajarkan dhamma dalam hal ini tentang kamma. Mereka mengajarkan kepada siswa-siswanya. Salah satu guru spiritual saat itu bernama Nigantha Nātaputta mengajarkan kamma kepada pengikutnya. Tetapi kamma yang diajarkan olehnya berbeda dengan kamma yang diajarkan oleh Sang Buddha.
Nigantha Nātaputta mengajarkan bahwa kamma adalah perbuatan yang dilakukan dengan di-sengaja maupun tidak di-sengaja akan mendatangkan hasil dikemudian waktu. Juga mengajarkan bahwa kamma inilah yang mendatangkan penderitaan. Oleh karena itu bagaimana caranya agar manusia tidak menderita? Para guru spiritual tersebut mengajarkan kepada para siswanya untuk tidak melakukan perbuatan apapun juga agar terhindar dari penderitaan.
Tetapi, kamma yang diajarkan Sang Buddha sangatlah berbeda. Sang Buddha
mengajarkan Kamma adalah perbuatan melalui badan jasmani, melalui ucapan, dan juga melalui pikiran; dan akan berakibat dikemudian waktu apabila perbuatan tersebut dilandasi oleh niat
atau cetana.
Jika tidak ada niat / cetana maka suatu perbuatan tidak dapat disebut kamma; dan tidak mendatangkan hasil / akibat dikemudian waktu.
Dhamma Sang Buddha mengatakan:
Cetana ham Bhikkhave kammām vadami
Para Bhikkhu, Cetana itulah yang disebut Kamma
Tergantung pada niat / cetana yang muncul pada saat itu apakah baik atau buruk yang kemudian dilakukan melalui pikiran, ucapan dan perbuatan jasmani; maka inilah sebetulnya yang akan mendatangkan akibat di kemudian waktu.
Ada 2 macam Kamma, yaitu:
- Kusala Kamma (perbuatan baik)
- Akusala Kamma (perbuatan buruk)
Kita sebagai umat Buddha agar tidak menciptakan Akusala Kamma, dan diajurkan untuk selalu melakukan Kusala Kamma. Bagaimana cara menghindari Akusala Kamma dan melakukan Kusala Kamma termasuk mengurangi / melenyapkan Akusala Kamma yang mungkin sudah terlanjur kita lakukan di waktu lampau?
Sesuai dengan Ajaran Sang Buddha adalah dengan melatih perbuatan jasmani kita, ucapan kita dan pikiran kita. Jadi inilah 3 hal penting yang harus kita kendalikan yaitu perbuatan badan jasmani, perbuatan ucapan, dan juga perbuatan pikiran.
Akusala Kamma Patha 10
Ada 10 macam perbuatan buruk yaitu:
- Kayaduccarita 3 – perbuatan buruk melalui badan jasmani yaitu:
- Panatipata (pembunuhan)
- Adinnadana (pencurian)
- Kamesumicchacara (perzinahan)
- Vaciduccarita 4 – perbuatan buruk melalui ucapan yaitu:
- Musavada (berdusta)
- Pisunavaca (ucapan mengadu domba)
- Pharusavaca (bicara kasar)
- Samphappalapa (bicara hal-hal yang tidak perlu / omong kosong)
- Manoduccarita 3 – perbuatan buruk melalui pikiran yaitu:
- Abhijjha (nafsu lobha)
Keserakahan / pikiran buruk yang berupa pemikiran menginginkan harta milik orang lain.
- Byapada (kemauan / niat jahat)
Kebencian, dendam, tidak senang melihat orang lain, rasa tidak suka.
- Micchaditthi (berpandangan salah)
Pandangan keliru yang mengakibatkan perilaku yang tidak benar, bahkan mendorong melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan Dhamma.
10 Akusala Kamma Patha ini tentunya akan menghasilkan buah kamma buruk karena semua perbuatan buruk tersebut biasanya selalu dilandasi oleh Cetana.
Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam berpikir, berucap dan bertindak!
10 Akusala Kamma ini secara tidak sadar mungkin sering kita lakukan. Lalu bagaimana agar kesepuluh kamma buruk ini tidak terus kita lakukan???
Sang Buddha mengajarkan kita untuk melatih Kusala Kamma Patha 10 – sepuluh perbuatan baik antara lain dengan menjalankan sila.
Kusala Kamma Patha 10
10 macam perbuatan baik yaitu:
- Kayasucarita 3 – perbuatan baik melalui badan jasmani yaitu:
- Panatipata veramani
menahan diri dari pembunuhan makhluk apapun tidak hanya manusia tetapi juga makhluk kecil sekalipun. Juga dapat dikembangkan dengan melepas makhluk hidup / fangshen.
- Adinnadana veramani
menahan diri dari mencuri / mengambil barang yang tidak diberikan oleh pemiliknya. Juga dianjurkan untuk aktif melakukan kegiatan sosial untuk kepentingan orang banyak, berlatih mengembangkan kemurahan hati dengan berdana.
- Kamesumicchacara veramani
menahan diri dari perbuatan asusila / perzinahan.
- Vacisucarita 4 – perbuatan baik melalui ucapan yaitu:
- Musavada veramani
menahan diri dari berdusta / perkataan yang tidak benar.
- Pisunayavacaya veramani
menahan diri dari ucapan mengadu domba.
- Pharusayavacaya veramani menahan diri dari bicara kasar.
- Samphappalapa veramani
menahan diri dari bicara hal-hal yang tidak perlu atau omong kosong.
Secara aktif menggunakan ucapan kita untuk mengajarkan Dhamma kepada keluarga kita, mengajak orang-orang terdekat kita untuk melakukan perbuatan baik.
- Manosucarita 3 – perbuatan baik melalui pikiran yaitu:
- Anabhijjha (tidak memiliki nafsu lobha)
Mengembangkan sifat tidak serakah, tidak menginginkan harta milik orang lain.
- Abyapada (tidak memiliki kemauan jahat)
Tidak membenci orang lain bahkan makhluk lain. Kembangkan cinta kasih dan kasih sayang kita khususnya kepada diri sendiri, keluarga, orang lain dan kepada semua makhluk secara universal sebagai wujud dari “Sabbe sattā bhavantu sukhitattā.”, semoga semua makhluk berbahagia.
- Sammaditthi (berpandangan benar)
Praktek Dhamma yang luhur inilah yang akan meningkatkan kualitas hidup kita menjadi lebih baik. Semua perbuatan baik ataupun buruk yang dilandasi oleh cetana – niat untuk berbuat maka cepat atau lambat perbuatan tersebut akan berakibat di kemudian waktu; walaupun kita tidak tahu dengan pasti kapan akibat tersebut akan muncul.
Bagi mereka yang tidak memiliki keyakinan dan tidak memiliki pengertian yang benar; menganggap bahwa perbuatan itu tidak berakibat karena hanya melihat di saat ini saja. Berpandangan salah bahwa kamma itu tidak berlaku karena melihat ada orang berbuat jahat tetapi hidupnya bahagia; sebaliknya orang selalu berbuat baik tetapi hidup menderita. Inilah yang terjadi jika kita hanya ‘melihat sepintas’ tentang hukum kamma.
Kamma akan menghasilkan akibat jika waktu dan kondisinya mendukung. Tidak semua kamma langsung membuahkan hasil karena pada saat kita melakukan sebuah kamma baru (kamma buruk misalnya), bisa saja kamma lampau (dalam hal ini kamma baik di masa lampau) sedang berbuah sehingga seolah terlihat bahwa pembuat kejahatan malah hidup berbahagia. Demikian pula ketika ada orang yang selalu berbuat baik tetapi hidupnya menderita, seharusnya dapat dipahami bahwa kebaikan yang telah dilakukannya tersebut belum membuahkan hasil, sebaliknya kehidupannya yang sekarang menderita adalah buah dari kamma buruk yang pernah dilakukannya di masa lampau.
Inilah yang menjadi persoalan bagi sebagian besar orang yang tidak memahami tentang hukum kamma.
Oleh karena itu sangatlah penting bagi kita untuk memahami tentang hukum kamma secara mendalam.
Kamma tidak lepas dari tumimbal lahir atau kelahiran kembali. Ingatlah bahwa kita dilahirkan di Alam Kehidupan ini (Buddhist mengenal 31 Alam Kehidupan) sebetulnya adalah kekuatan dari kamma-kamma masa lampau kita.
Kamma yang berfungsi melahirkan makhluk-makhluk di salah satu 31 Alam Kehidupan disebut Janaka Kamma.
Janaka Kamma inilah yang mendorong kelahiran makhluk-makhluk di alam-alam bahagia: alam Dewa / Brahma, alam manusia (Sugati Bhumi) ataupun di alam menderita: neraka, binatang, peta, asura (Dugati Bhumi). Inilah hasil dari perbuatan yang sudah kita lakukan.
Lalu ada pertanyaan, bukankah orang tua yang melahirkan kita? Memang, kita lahir melalui orangtua; tetapi ada pula makhluk yang lahir spontan tanpa perantara orangtua seperti makhluk Dewa di alam surga maupun makhluk peta di alam rendah.
Ada kamma yang berfungsi menyelaraskan dengan akibat-akibat yang lain. Kamma jenis ini disebut Upathambaka Kamma yaitu kamma yang mendukung / memperkuat Janaka Kamma (kamma yang searah); semakin memperburuk buah kamma buruk yang dilakukan atau semakin menyempurnakan buah kamma baik yang dilakukan.
Misalnya: Janaka Kamma dari perbuatan baik mengkondisikan seseorang lahir sebagai manusia, dan perbuatan baik lainnya sebagai Upathambaka Kamma mendukungnya terlahir rupawan di keluarga kaya.
Adapula kamma yang justru melemahkan / mengurangi kekuatan Janaka Kamma disebut
dengan Upapilaka Kamma yang hasilnya berlawanan; ketika kamma baik ataupun buruk berbuah tidak sempurna karena dilemahkan oleh buah kamma buruk / baik lainnya.
Misalnya: Janaka Kamma dari perbuatan baik mengkondisikan seseorang lahir sebagai manusia, namun karena perbuatan buruk yang pernah dilakukannya juga berbuah sebagai Upapilaka Kamma menyebabkan manusia tersebut lahir cacat, miskin, dan tidak bermoral.
Jenis kamma berikutnya adalah disebut Upaghataka Kamma yaitu kamma yang berfungsi memotong / menghancurkan kekuatan Janaka Kamma.
Misalnya: Janaka Kamma mengkondisikan kelahiran sebagai manusia, tetapi karena Upaghataka Kamma bekerja menyebabkan umurnya sebagai manusia sangat singkat.
Jadi Kamma sangat berhubungan antara kamma baik dan kamma buruk. Kamma inilah yang membuat kehidupan seseorang khususnya manusia menjadi berbeda-beda.
Kita dapat belajar dari kehidupan ini, belajar dari fakta yang ada di masyarakat kita. Ada orang yang dilahirkan dengan umur pendek, ada orang yang sudah pendek umurnya juga sakit-sakitan, ada yang sudah penyakitan cacat pula, ditambah lagi dengan kehidupan yang miskin. Bayangkan betapa mengerikannya buah dari kamma buruk.
Sebaliknya, adapula diantara masyarakat kita yang dilahirkan serba beruntung, lahir di keluarga kaya raya, sehat, panjang umur, banyak pengikut, dan sebagainya.
Perbedaan ini adalah karena faktor kamma masing-masing, hasil dari perbuatan yang telah kita lakukan.
Perbuatan-perbuatan yang telah kita lakukan itu ‘tidak hilang’ seolah tersimpan. Dan inilah yang menentukan tumimbal lahir setiap makhluk berbeda-beda.
Kita sendiri di dalam keluarga dilahirkan tidak sama. Kamma lah yang menentukan kita lahir bahagia atau menderita.
Oleh karena itu kita sebagai umat Buddha, marilah kita tumbuhkan pengertian ini sebagai pandangan benar – Sammaditthi karena pandangan benar adalah bagian daripada melakukan kamma baik.
Di dalam Samyutta Nikâya, 1.293 disebutkan:
“Yâdisam labhate bîjam tâdisam labhate phalam. Kalyânakârî ca kalyânam pâpakârî ca pâpakam”
“Sesuai dengan benih yang telah ditabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Ia yang berbuat baik akan menerima kebahagiaan, dan ia yang berbuat jahat akan menuai penderitaan.”
Inilah yang harus kita pegang sebagai prinsip hidup kita sebagai masyarakat Buddhist. Dengan prinsip seperti ini akan mendorong kita untuk selalu berbuat baik dan terus melakukan perbuatan baik untuk mengurangi akibat dari kamma buruk sehingga di kemudian waktu kita dapat lebih berbahagia, lebih tentram dan damai, lebih sehat, lebih panjang usia (apalagi kalau terlahir di alam surgawi). Selain untuk keuntungan duniawi, mari kita gunakan kamma baik kita untuk mengikis kilesa – kekotoran perilaku, ucapan, perbuatan jasmani dan pikiran.
Semoga kebaikan yang telah kita lakukan selalu melindungi kita semua; sesuai dengan Ajaran Kamma: barang siapa yang tidak menanam perbuatan buruk apapun alasannya tidak akan menerima akibat buruk, demikian pula jika kita selalu menanam perbuatan baik kapanpun kita akan menuai kebaikan. Dengan demikian Dhamma dapat melindungi kita karena kita memiliki kebajikan. Jika kita tidak menanam maka tidak mungkin kita dapat menuai; tetapi jika kita menanam maka sangatlah mungkin kita dapat menuai; itulah prinsip kerja Hukum Kamma.
Marilah kita jaga kesehatan, jaga kontak; jika tidak terpaksa sesuai dengan anjuran pemerintah, anjuran Bapak Presiden, termasuk juga anjuran Sangha;
Marilah kita terap di rumah saja.
Semoga kondisi yang tidak menyenangkan ini segera berakhir. Semoga semua makhluk berbahagia
Sumber : https://www.sasanasubhasita.org/berita-84-kamma-dan-tumimbal-lahir.html
Leave a Reply