Kamma dalam Agama Buddha

Secara Etimologi kata Kamma berasal dari Bahasa Sanskerta dan Kamma berasal dari Bahasa Pali yang berarti tindakan atau perbuatan yang disengaja baik batin maupun jasmani. Kamma merupakan tindakan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan didasari oleh kehendak (cetana). Kamma dibagi menjadi tiga kelompok yaitu (1) Mano Kamma (perbuatan melalui pikiran), (2) Vaci Kamma (perbuatan melalui ucapan), dan (3) Kaya Kamma (perbuatan melalui jasmani). Buddha Gautama menyatakan bahwa “O bikkhu, kehendak (diliputi oleh keserakahan, kebencian dan kebodohan batin) untuk berbuat itulah yang Kunamakan Kamma. Sesudah berkehendak seseorang akan berbuat dengan badan jasmani, perkataan, atau pikiran” (Anguttara Nikaya).

Kamma menjadikan hukum kausalitas, setiap tindakan memiliki konsekuensi yang sesuai dalam kehidupan nyata. Konsekuensi bukan sebuah hukuman dari makhluk Adi Kodrati melainkan hasil dari tindakan yang telah dilakukan. Individu yang melakukan perbuatan baik akan mendapatkan hal yang positif begitu sebaliknya. Pernyataan tersebut sesuai dengan Samyutta Nikaya I, 227 yang berbunyi: “sesuai benih yang ditabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebaikan akan mendapat kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Benih apapun yang engkau tabur, engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya”.

Akibat Kamma disebut dengan vipaka yang berarti buah atau hasil. Kamma vipaka disebut juga dengan istilah hukum Kamma, berarti hukum alam yang terkait dengan proses sebab akibat yang bekerja sendiri di alam tanpa campur tangan kekuasaan apapun. Berdasarkan hal tersebut, maka setiap makhluk bertanggung jawab penuh terhadap Kammanya sendiri, seperti yang termuat dalam Majjihima Nikaya III: 135, yaitu “Semua makhluk adalah pemilik Kamma-nya sendiri, pewaris Kamma-nya, Kamma-nya adalah kandungan yang melahirkannya, dengan Kamma-nya dia berhubungan, Kamma-nya adalah pelindungnya. Apapun Kamma-nya, baik atau buruk, mereka akan mewarisinya”.

Pandangan Agama Buddha terhadap kerja hukum Kamma adalah kondisi yang terjadi saat ini merupakan akibat dari perbuatan sebelumnya, perbuatan yang dilakukan saat ini akan menentukan kondisi mendatang. Hukum Kamma menjawab pertanyaan atas perbedaan kondisi yang terjadi pada

setiap individu maupun suatu makhluk, misalnya ada orang kaya dan kekurangan, orang sehat dan sakit-sakitan, orang pandai dan kurang pandai. Salah satu faktor terjadinya perbedaan kondisi tersebut adalah hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Ajaran Agama Buddha tidak menolak adanya faktor lain yang mempengaruhi seperti keturunan dan lingkungan. Kamma berbeda dengan konsep takdir karena bukan sesuatu yang linier pada sebuah garis lurus. Apabila kamma berjalan secara linier maka seseorang tidak akan memiliki kesempatan untuk lepas dan bebas dari penderitaan.

Terdapat 12 jenis bentuk-bentuk kamma yang dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu;

  1. Kamma berdasarkan jangka waktu berbuahnya
    1. Ditthadhamma Vedaniya Kamma merupakan kamma yang berbuah dalam kehidupan saat ini.
    2. Upajja Vedaniya Kamma adalah perbuatan yang kita lakukan saat ini, tetapi hasilnya berbuah pada kehidupan yang akan datang.
    3. Aparapara Vedaniya Kamma adalah hasil perbuatan berbuah berturut-turut selama kehidupannya berlansung.
    4. Ahosi Kamma merupakan kamma yang tidak dapat berbuah lagi, karena jangka waktu dan kondisi pendukungya sudah habis.
  1. Kamma berdasarkan kekuatannya:
    1. Garuka Kamma adalah perbuatan yang akibatnya paling besar, seperti Akusala Garuka Kamma.
    2. Asañña Kamma adalah hasil pikiran/perbuatan yang paling kuat saat menjelang kematian, misalnya saat menjelang kematian pikiran yang paling kuat adalah dendam atau amarah, maka saat meninggal dapat terkondisi untuk terlahir di alam Neraka, sesuai dengan hasil karma buruk yang pernah dilakukan, apabila masanya telah berakhir, maka dapat melanjutnya karma lainnya.
    3. Aciñña Kamma adalah perbuatan yang dilakukan secara terus menerus hingga menjadi watak atau kebiasaan.
    4. Katatta Kamma adalah kekuatan atau cetananya paling ringan.
  1. Kamma berdasarkan Fungsinya:
    1. Janaka Kamma adalah kamma yang berfungsi untuk mendorong kelahiran suatu makhluk (potensi).
    2. Upatahmbaka Kamma adalah kamma yang fungsinya untuk memperkuat, menambah Janaka Kamma agar hasilnya menjadi besar (kamma yang searah).
    3. Upapilaka Kamma adalah kamma yang mengurangi kekuatan Janaka Kamma yang arahnya berlawanan.
    4. Upaghataka Kamma adalah kamma yang berfungsi untuk menghancurkan kekuatan dari Janaka Kamma.

Perbuatan dapat menghasilkan akibat yang berbeda, sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, sehingga hasilnya bisa positif maupun negatif.

Berikut ini merupakan sepuluh jenis kamma baik, yaitu: (1) Gemar beramal dan bermurah hati (Dana) dapat memperoleh kekayaan dalam kehidupan sekarang atau mendatang; (2) Hidup bersusila (Sila) dapat terlahir kembali dalam keluarga yang keadaannya berbahagia; (3) Bermeditasi (Bhavana) dapat mengondisikan terlahir Kembali di alam-alam surga; (4) Berendah hati dan hormat pada orang yang patut dihormati (Apacayana) dapat mengondisikan terlahir kembali dalam keluarga luhur; (5) Berbakti atau melayani orang yang patut dilayani (Veyyavacca) berbuah dengan diperolehnya penghargaan dari Masyarakat; (6) Pelimpahan jasa (Pattidana) dapat mengondisikan terlahir kembali dalam keadaan berlebih-lebihan dalam banyak hal; (7) Bersimpati terhadap kebahagiaan orang lain atau turut berbahagia atas kebahagiaan orang lain (Pattanumodana) menyebabkan terlahir dalam lingkungan yang menggembirakan; (8) Mendengarkan Dhamma (Dhamma Savanna) berbuah dengan bertambahnya kebijaksanaan; (9) Menyebarkan Dhamma (Dhamma Desana) mengondisikan bertambahnya kebijaksanaan; dan (10) Mengarahkan pada pandangan benar (Ditthiju Kamma) mengondisikan diri memiliki keyakinan yang kuat.

Berikut ini merupakan sepuluh jenis kamma buruk, yaitu: (1) Pembunuhan (Panatipata) mengakibatkan menjadi pendek umur, berpenyakitan, senantiasa dalam kesedihan karena terpisah dari keadaan atau orang yang dicintai, dalam hidupnya senantiasa berada dalam ketakutan, dijauhi orang;

(2) Pencurian (adinnadana) akibatnya mengalami kemiskinan, dinista, dan dihina, keinginan yang senantiasa tak tercapai, penghidupannya senantiasa tergantung pada orang lain; (3) Perbuatan asusila (Kamesumicchacara) akibatnya mempunyai banyak musuh, beristri atau bersuami yang tidak disenangi, terlahir sebagai pria atau wanita yang tidak normal perasaan seksnya; (4) Berdusta (Musavada) akibatnya menjadi sasaran penghinaan, tidak dipercaya khalayak ramai; (5) Bergunjing atau memfitnah (Pisunavaca) akibatnya kehilangan sahabat-sahabat tanpa alasan yang jelas; (5) Kata- kata kasar dan kotor akibatnya sering didakwa yang bukan-bukan oleh orang lain; (6) Omong kosong (Samphappalapa) akibatnya bertubuh cacat, berbicara tidak tegas, tidak dipercaya oleh khalayak ramai; (7) Keserakahan (Abhijja) akibatnya tidak tercapai keinginan yang sangat diharap-harapkan;

(8) Kebencian, dendam, kemauan jahat / niat untuk mencelakakan mahluk lain (Vyapada) akibatnya buruk rupa, macam-macam penyakit, watak tercela; (10) Pandangan salah (Micchaditthi) akibatnya tidak melihat keadaan yang sewajarnya, kurang bijaksana, kurang cerdas, penyakit yang lama sembuhnya, pendapat yang tercela.

Kusala Garuka Kamma adalah perbuatan baik yang besar atau berat seperti melaksanakan Samatha Bhavana (meditasi ketenangan batin) sehingga mencapai Rupa Jhana empat dan Arupa Jhana empat dapat mengondisikan suatu makhluk untuk terlahir kembali di alam Brahma. Sebaliknya, Akusala Garuka Kamma merupakan pandangan salah yang pasti (Niyatamicchaditthi Kamma) dan lima perbuatam durhaka (Pancanantariya Kamma) yaitu: (1) Membunuh ibu; (2) Membunuh ayah; (3) Membunuh seorang Arahat; (4) Melukai seorang Buddha; dan (5) Menyebabkan perpecahan dalam Sangha. Seseorang yang melakukan salah satu dari Akusala Garuka Kamma mengakibatkan terlahir kembali ke alam Apaya atau alam-alam yang menyedihkan, seperti neraka, setan, Binatang, dan raksasa.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam ajaran Agama Buddha, setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang akan menimbulkan dampak dan kembali pada dirinya sendiri.

Sehingga seseorang harus senantiasa bijaksana sebelum melakukan sesuatu, sehingga tidak akan merugikan diri sendiri.

Puryanto (Penyuluh Agama Buddha PNS Provinsi Sulawesi Tengah)

sumber : https://kemenag.go.id/buddha/kamma-dalam-agama-buddha-z718M#:~:text=Ilustrasi-,Secara%20Etimologi%20kata%20Kamma%20berasal%20dari%20Bahasa%20Sanskerta%20dan%20Kamma,disengaja%20baik%20batin%20maupun%20jasmani.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *